Selasa, 29 November 2016

Tata Ruang

Hasil Studi mengenai tata ruang
Objek Studi adalah Rumah adat Banjar Bubungan Tinggi Teluk Selong Martapura
Ruang-ruang pada tipe Bubungan Tinggi adalah

a. Palataran / Surambi, yaitu ruangan terbuka pada bagian depan rumah.  Mulanya ruang ini berfungsi sebagai tempat menyimpan padi sementara, kemudian berubah fungsi menjadi ruang tamu (antar tetangga dekat) bagi kaum pria.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_7572.jpg




b. Panampik Kacil / Panurunan, yaitu ruangan di belakang dinding depan (tawing hadapan) dan pintu depan (lawang hadapan) yang berfungsi sebagai lumbung padi (kindai) atau tempat menyimpan bahan makanan. Pintu depan ini berada di atas watun langkahan / watun sambutan. Lantainya lebih tinggi dari lantai palatar dan ambang atau pinggir lantai.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9291.jpg



c.  Panampik Panangah / Palendangan (letaknya bersambung dengan panampik basar dan fungsinya hampir sama).
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_8048.jpg



d. Panampik Basar / Ambin Sayup / Paluaran, adalah ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu terutama tamu yang datang dari jauh. Pada waktu ada kenduri (walimah) ruang panampik besar sebagai ruang yang tertinggi tingkatannya adalah tempat duduk para alim ulama, para tetuha kampung, dan orang-orang tua.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9142.jpg



e. Paledangan atau Ambin Dalam, yaitu ruangan yang letaknya di tengahtengah. Pada ruang ini terdapat delapan tihang pitagor (empat buah di  belakang tawing halat dan empat lainnya antara anjung disebut tihang  pahalatan padu) yang berfungsi menyangga atap bubungan tinggi.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9774.jpg



f. Panampik Dalam, adalah ruangan yang khusus digunakan untuk ruang
makan. Fungsi lainnya untuk menyimpan barang pecah belah dan tempat
menerima tamu bagi para wanita di rumah tersebut. 
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_3017.jpg



g. Anjung kiri (kiwa), adalah ruangan yang terletak di sisi kiri palidangan /
ambin dalam. Ruang ini terbagi dua yaitu bagian muka (anjung kiwa) dan
bagian belakang (anjung jurai kiwa).
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_5326.jpg



h. Anjung kanan, adalah ruangan yang terletak di sisi kanan palidangan /
ambin dalam. Ruang ini terbagi dua bagian yaitu  bagian muka (anjung
kanan) dan bagian belakang (anjung jurai kanan
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_3066.jpg
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9298.jpg
i. Padapuran atau Panampik padu, adalah ruangan yang paling belakang dan terbuka. Fungsinya sebagai tempat memasak, menyimpan makanan, bekerja, ruang makan, mengasuh anak, tempat tidur, mencuci , dll.

Hasil Analisis sejauh mana kondisi lingkungan lahan basah dan budaya masyarakat setempat mempengaruhi tata ruang.
Menurut kami, Kondisi lingkungan lahan basah dan budaya masyarakat suku banjar sangat memengaruhi bagaimana penataan ruang dan pemungsian ruang pada rumah adat Bubungan Tinggi.  Ada beberapa hal yang dapat dikatakan sangat berpengaruh, yaitu :
a.       Kondisi lingkungan lahan basah yang tanahnya berair, kebanyakan masyarakatnya bertani, rumah Bubungan Tinggi yang semula hanya dibangun oleh raja, pada waktu berikutnya juga dibangun oleh para pedagang, Hal ini yang berpengaruh, Penataan Ruang pada rumah Bubungan Tinggi semua didasarkan fungsinya dalam hal panen padi.
b.      Kondisi lingkungan lahan basah yang tanahnya berair, hal ini sering membuat kotor, jadi pada ruang area depan rumah dibuat suatu ruangan untuk membersihkan badan sebelum masuk ke dalam rumah.
c.       Budaya Masyarakaat, selain kondisi lingkungan, budaya juga sangat memengaruhi penataan ruang pada rumah Bubungan Tinggi, salah satu budaya yang berpengaruh ialah bepandiran di pelataran ( Berbicara dengan tetangga di teras) sehingga ruang teras pada rumah adat Bubungan tinggi dibuat dengan ukuran luas.
d.      Budaya Masyarakat, dalam upacara besar, Tawing-tawing halat pada ruangan dilepas, sehingga ruang bias menampung banyak orang didalamnya.
e.      Budaya Masyarakat, Hal ini yang paling berpengaruh, dalam penerapan desainnya sangat jelas pada organisasi ruang pada rumah banjar, Organisasi yang diapakai ialah Organisasi linear, hal ini tidak sembarangan, tentu orang yang masuk jauh ke dalam rumah, bukanlah orang sembarangan, Karena dulunya rumah Bubungan Tinggi merupakan kediaman raja.


Atap

Atap Bangunan Kawasan Lahan Basah
(Atap Rumah Bubungan Tinggi)

Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479388613842.jpg

          Sebagaimana yang diketahui, atap merupakan penutup bagian atas bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam bangunan dari hujan, panas maupun salju. Atap kebanyakan berbentuk miring, namun ada yang berbentuk datar. Dalah hal ini, atap datar juga diharuskan untuk bisa mengalirkan air turun kebawah (tidak boleh tergenang)

          Atap pada bangunan Rumah Bubungan Tinggi merupakan suatu bagian utama yang dimana merupakan ciri khas pembeda dengan beragam rumah Banjar yang ada. Atap bubungan menjulang tinggi dan memiliki kemiringan hingga 600 serta bentuknya sangat khas.

Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479388658660.jpg

          Berdasarkan hasil studi lapangan yang kami lakukan di Rumah Bubungan Tinggi. Kami mendapati penutup atap pada bangunan ini adalah sirap. Pada awalnya masyarakat menggunakan daun rumbia sebagai bahan penutup atap, namun karena faktor keawetan daun yang tidak lama, maka beralihlah pada sirap.
Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479391201179.jpg
 


          Dilihat dari aspek struktur, penggunaan bahan penutup atap sirap dapat mengatasi kestabilan bangunan pada kondisi lahan yang sangat lemah. Terciptanya atap sirap ini merupakan hasul kearifan local masyarakat Banjar. Banyak sisa potongan dari kayu ulin yang selanjutnya dimanfaatkan untuk pembuatan atap sirap.

Dengan teknologi yang sederhana, dibuat atap sirap dari bahan sisa kayu ulin yang dibelah tipis (2-3 mm) membentuk lembaran dengan lebar 10-15 cm dan panjang 30-40 cm. Prinsip pembuatan ini tentunya menguntungkan, karena tidak ada bahan bangunan yang terbuang. Bahan penutup sirap ini juga ringan dan awet. Segi keawetan dapat bertahan hingga 10 tahun.


          Kondisi bangunan pada lahan yang sangat lemah ini diharuskan untuk ringan. Dengan atap sirap yang ringan dan awet pastinya akan sangat berkontribusi pada ketahanan bangunan di lahan. Kestabilan beban pada bagian atas bangunan tentunya akan membantu pada kekokohan bangunan.

Lantai

https://www.dropbox.com/s/rxtnfs3tjo5bibl/Lantai.pdf?dl=0

Tiang

Tiang (Rangka bangunan) Rumah di Lingkungan Lahan basah
Objek Studi : Rumah Adat Bubungan Tinggi Teluk Selong Kalimantan Selatan
Hasil Studi :
Tiang pada rangka bangunan terbagi menjadi 3, yaitu
1.       Tiang Utama
2.       Tiang tongkat
3.       Tiang dinding
Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut.
1.       Tiang Utama
Description: C:\Users\acer pc\Documents\install ulang\Lahan Basah\1478415061264.jpg
Tiang utama ini menerus dari pondasi hingga ke kuda-kuda atap. Terbuat dari kayu ulin yang utuh, tanpa sambungan. Dimensi penampang 15/30 dan semakin mengecil ke arah atas. Jarak antar tiang utama biasanya 3.5 – 6 meter.










2.       Tiang Tongkat
Description: C:\Users\acer pc\Documents\install ulang\Lahan Basah\1478416203787.jpg
Tiang tongkat, merupakan tiang yang berfungsi untuk membagi beban di antara tiang utama ke pondasi.  Tiang tongkat terletas diatas pondasi dan dibawah balok lantai. Tiang tongkat juga berfungsi agar balok lantai diatasnya tidak melendut karena bentang yang jauh. Dimensi penampang tiang tongkat, lebih kecil dari tiang utama, berukuran 5/10 Jarak antar tiang tongkat biasanya 1 atau 1.5 meter.






















3.       Tiang Dinding
Tiang dinding merupakan tiang yang diletakkan di atas balok lantai, disekeliling ruangan dan fungsinya sebagai rangka bangunan untuk meletakkan papan dinding.

Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan lahan basah terhadap pada tiang (rangka bangunan) dari rumah bubungan tinggi ?
Kondisi tapak pasti akan selalu memengaruhi konstruksi bangunan yang ada ditasnya, dalam  pembahasan ini, kondisi tapak akan memengaruhi tiang (rangka bangunan).
Dalam rumah adat bubungan tinggi, rangka bangunan seluruhnya menggunakan kayu ulin, termasuk tiang sebagai rangka bangunannya.
Kondisi lahan basah yang mempunyai kadar air yang tinggi dan memiliki daya dukung tanah yang rendah. Dua hal ini akan memengaruhi tiang (rangka bangunan) bangunan di atasnya. Berikut pengaruhnya terhadap tiang (Rangka Bangunan) Rumah Adat Bubungan Tinggi :
1.       Tiang terbuat dari bahan kayu ulin, sebab kondisi lahan basah selalu terendam air, sehingga kayu ulin dipakai agar bangunan tidak runtuh akibat pelapukan, Kayu ulin termasuk kayu yang lebih bertahan lama jika direndam di air.
2.       Dimensi tiang berbeda-beda, Dimensi tiang berbeda-beda disesuaikan dengan fungsinya sebagai tiang utama, tiang tongkat, dan tiang dinding. Perbedaan dimensi ini agar beban bangunan tidak terlalu berat dan hemat kayu ulin, sehingga menjadi efisien dan efektif, sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan lahan basah.
3.       Jarak antar tiang, Karena kondisi lahan basah memiliki daya dukung tanah yang rendah, sehingga akan berpengaruh pada tiang bangunan di atasnya, Jarak tiang dibuat rapat agar beban bangunan terbagi rata ke seluruh pondasi. Jarak Antar tiang pada bangunan di lingkungan lahan basah biasanya berjarak 1 atau 1.5 meter.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa kondisi lingkungan lahan basah berpengaruh pada Bahan, Dimensi, dan Jarak antar tiang pada bangunan di lingkungan lahan basah.

Pondasi

Pondasi pada Lahan Basah

Obyek Pondasi bangunan berada di lingkungan lahan basah berupa tanah rawa pada objek rumah adat Bubungan Tinggi Kalimantan Selatan, Pondasi pada tanah rawa bermacam-macam , disesuaikan dengan dengan beban berat bangunan yang berada diatasnya.
Pada Rumah Adat Bubungan Tinggi sendiri, ada dua macam pondasi yaitu pondasi kalang batang dan pondasi kalang galam.
1.       Pondasi Kalang Batang
Untuk rumah kayu permanen, besar/berat digunakan pondasi kalang batang. garis tengah (diameter) berkisar antara 40-60 cm. Pada batang tersebut diletakkan dua bidang rata yaitu untuk pemasangan tiang (tongkat) ulin dan bagian yang akan terletak pada tanah pondasi. Untuk mencegah agar batang tidak timbul di waktu air pasang dimana lubang pondasi penuh air, maka dibuat suatu konstruksi atap yang disebut “pakau”. Untuk lebih memantapkan dapat ditancapkan tiang-tiang pancang galam diameter 10-12 cm dengan jarak  ±1 meter.
Gambar 2.2 Pondasi kalang batang
 


Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM
Apabila pondasi yang dipilih adalah pondasi batang besar maka digunakan teknik kalang pandal. Kayu yang digunakan biasanya berdiameter 40 cm lebih. Caranya, kayu besar ditoreh bagian atasnya sampai rata kemudian bagian yang ditoreh itu dilobangi untuk tempat menancapkan tiang dan tongkat. Setelah itu bagian ini akan direndamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 50 – 100 cm tergantung kondisi tanah. Batang disusun berjejer sesuai dengan deretan tongkat dan tiang rumah yang akan dibangun. Untuk menahan tiang atau tongkat agar tidak terus menurun maka dipakai sunduk.


2.       Pondasi Kalang Galam
Pondasi Kalang Galam yaitu suatu konstruksi yang membagi beban tekan melalui bidang yang cukup luas, merata pada tanah sehingga tekanan pada tiap cm2 tanah menjadi kecil.
Lubang pondasi diperoleh dengan menguakkan lumpur sampai mendapatkan tanah yang agak keras. Tiang-tiang (tongkat) dari kayu ulin yang telah dilengkapi dengan sunduk dari kayu ulin ditempatkan di atas/ disela kalang-kalang galam dan ditumbuk sampai kalang-kalang galam tenggelam mantap di atas pondasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan sloof dan lain-lain untuk pelaksanaan pendirian bangunan di atas pondasi tersebut. 
Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM

Kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah.

Analisis  untuk mengetahui Sejauh mana kondisi lingkungan lahan basah mempengaruhi pondasi.
Kayu Galam dan Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut biasanya digunakan untuk pondasi rumah. Pondasi merupakan bagian yang vital dalam pembangunan Rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dibangun di daerah berawa dan berlumpur, maka pondasi tersebut tidak saja harus kokoh dan kuat, tetapi juga tidak mudah lapuk ketika ditanam di dalam rawa atau lumpur. Untuk keperluan tersebut, biasanya dipakai kayu Galam atau Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dapat bertahan hingga 70 tahu jika diitanam di tanah rawa, dalam bertahan 60 tahun jika berada di tempat kering.
Pondasi pada Rumah Bubungan Tinggi merupakan wujud fisik kebudayaan masyarakat yang
hidup di lingkungan lahan basah (rawa), khususnya pengetahuan dan teknologi lokal yang mampu
mengatasi persoalan setempat. Dengan besarnya ukuran, volume, dan berat bahan bangunan,
ditambah faktor bangunan berdiri di atas tanah yang memiliki daya dukung sangat lemah (tanah rawa)
maka konstruksi pondasi ini menjadi sangat penting.
Pada umumnya, tanah rawa memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan kompresibilitas/ kemampuan yang tinggi sehingga daya dukung tanahnya sangat rendah. Kandungan air pada tanah rawa bervariasi dan cukup ekstrim, mulai dari ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh air), karena derajat dekomposisi dan tipe lapisan rawa sangat mempengaruhi kandungan air. Semakin tinggi derajat dekomposisi nya maka semakin mengecil ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan antar partikel serat serta struktur serat rawa akan rusak menjadi bentuk amorf. Semakin lambat derajat dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung sehingga akan sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi pada tanah rawa ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat dihambat atau bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan perbaikan mutu tanah selanjutnya.
Sifat dari tanah rawa itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atas lahan rawa, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi dimana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan keseluruhan akibat daya dukung yang rendah.
Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti pondasi, kolom, balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur beban hidup dan mati yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang berfungsi sebagai pemikul beban bangunan. 


Cukup jelas rasanya mengenai fungsi dari tiap elemen struktur bangunan seperti yang telah dijelaskan di atas. Sehingga kondisi kadar air tanah, kompresibilitas,dan permeabilitas tanah rawa dalam mempengaruhi keamanan pondasi.

Permasalahan di Lingkungan Lahan Basah

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DESAIN DI LINGKUNGAN LAHAN BASAH

A.      KONDISI FISIK
Description: D:\my Photo 119.JPGDescription: D:\g.jpgDescription: D:\DSC00760.JPG

Terdapat area resapan air dan aliran air yang menerus. Aliran air bberupa sungai-sungai dan kanal-kanal kecil masuk ke pedalaman untun mengantisifasi pasang surut dan memberi pengairan area pertanian. Adanya resapan air dan aliran air yang menerus merupakan hal yang penting pada lahan rawa.


B.      AKSESIBILITAS
Description: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\4. sirkulasi dan parkir\DSC_0342.JPGDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\P_20160602_162339.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\2016-06-02-1846.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\20160602_135409.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\4. sirkulasi dan parkir\DSC_0606.JPG
Aksesibilitas di lingkungan lahan basah daerah rawa di dominasi oleh titian dari kayu ulin dengan lebar jalan kurang lebih 2M, begitu pula untuk daerah tepian sungai yang di dominasi dengan titian dan pengerasan jalan dengan tanah ataupun beton. Untuk daerah lahan gambut bisa digunakan pengerasan dengan tanah, beton ataupun aspal.






C.      MATERIAL
Description: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\2. kelompok bangunan\20160530_171027.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\2. kelompok bangunan\20160530_171745.jpg
Dari foto diatas dapat kita lihat, teliti dan cermati bahwa di daerah lahan basah masih banyak terdapat arsitektur vernakular yang menggunakan material bangunan asli dari daerah tersebut. Kayu merupakan salah satu material unggulan kalimantan, yang mudah di jumpai di sekitar kawasan.
Pada bagian pondasi material yang di gunakan tentunya bahan yang tahan terhadap air, masyarakat setempat biasanya menggunakan kayu ulin sebagai pancangan dari rumah tersebut, ada juga yang menggunakan galam sebagai pondasi dasar bangunan.
Pada bagian lantai dan dinding, kayu yang di gunakan beragam macam nya, bisa ulin, meranti, ataupun kayu lokal lain nya, untuk pemilihan kayu pada bagian lantai dan dinding, di pilih kayu yang tahan terhadap serangan sinar matahari dan air hujan.
Pada bagian atap, sebagian masyarakat sudah banyak yang menggunakan atap seng, sebelumnya masyarakat menggunakan atap sirap yang terbuat dari kayu kelas 1 seperti ulin ataupun atap daun rumbia.

D.      IKLIM
Kota Banjarmasin beriklim sabana tropis di mana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C.

Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November–April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan per tahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91%, sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah, yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober.

Kondisi Tapak Lahan Basah

https://www.dropbox.com/s/yz7bwgprt6nb2x7/Kondisi%20Tapak%20Lahan%20Basah.pdf?dl=0