Selasa, 29 November 2016

Pondasi

Pondasi pada Lahan Basah

Obyek Pondasi bangunan berada di lingkungan lahan basah berupa tanah rawa pada objek rumah adat Bubungan Tinggi Kalimantan Selatan, Pondasi pada tanah rawa bermacam-macam , disesuaikan dengan dengan beban berat bangunan yang berada diatasnya.
Pada Rumah Adat Bubungan Tinggi sendiri, ada dua macam pondasi yaitu pondasi kalang batang dan pondasi kalang galam.
1.       Pondasi Kalang Batang
Untuk rumah kayu permanen, besar/berat digunakan pondasi kalang batang. garis tengah (diameter) berkisar antara 40-60 cm. Pada batang tersebut diletakkan dua bidang rata yaitu untuk pemasangan tiang (tongkat) ulin dan bagian yang akan terletak pada tanah pondasi. Untuk mencegah agar batang tidak timbul di waktu air pasang dimana lubang pondasi penuh air, maka dibuat suatu konstruksi atap yang disebut “pakau”. Untuk lebih memantapkan dapat ditancapkan tiang-tiang pancang galam diameter 10-12 cm dengan jarak  ±1 meter.
Gambar 2.2 Pondasi kalang batang
 


Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM
Apabila pondasi yang dipilih adalah pondasi batang besar maka digunakan teknik kalang pandal. Kayu yang digunakan biasanya berdiameter 40 cm lebih. Caranya, kayu besar ditoreh bagian atasnya sampai rata kemudian bagian yang ditoreh itu dilobangi untuk tempat menancapkan tiang dan tongkat. Setelah itu bagian ini akan direndamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 50 – 100 cm tergantung kondisi tanah. Batang disusun berjejer sesuai dengan deretan tongkat dan tiang rumah yang akan dibangun. Untuk menahan tiang atau tongkat agar tidak terus menurun maka dipakai sunduk.


2.       Pondasi Kalang Galam
Pondasi Kalang Galam yaitu suatu konstruksi yang membagi beban tekan melalui bidang yang cukup luas, merata pada tanah sehingga tekanan pada tiap cm2 tanah menjadi kecil.
Lubang pondasi diperoleh dengan menguakkan lumpur sampai mendapatkan tanah yang agak keras. Tiang-tiang (tongkat) dari kayu ulin yang telah dilengkapi dengan sunduk dari kayu ulin ditempatkan di atas/ disela kalang-kalang galam dan ditumbuk sampai kalang-kalang galam tenggelam mantap di atas pondasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan sloof dan lain-lain untuk pelaksanaan pendirian bangunan di atas pondasi tersebut. 
Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM

Kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah.

Analisis  untuk mengetahui Sejauh mana kondisi lingkungan lahan basah mempengaruhi pondasi.
Kayu Galam dan Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut biasanya digunakan untuk pondasi rumah. Pondasi merupakan bagian yang vital dalam pembangunan Rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dibangun di daerah berawa dan berlumpur, maka pondasi tersebut tidak saja harus kokoh dan kuat, tetapi juga tidak mudah lapuk ketika ditanam di dalam rawa atau lumpur. Untuk keperluan tersebut, biasanya dipakai kayu Galam atau Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dapat bertahan hingga 70 tahu jika diitanam di tanah rawa, dalam bertahan 60 tahun jika berada di tempat kering.
Pondasi pada Rumah Bubungan Tinggi merupakan wujud fisik kebudayaan masyarakat yang
hidup di lingkungan lahan basah (rawa), khususnya pengetahuan dan teknologi lokal yang mampu
mengatasi persoalan setempat. Dengan besarnya ukuran, volume, dan berat bahan bangunan,
ditambah faktor bangunan berdiri di atas tanah yang memiliki daya dukung sangat lemah (tanah rawa)
maka konstruksi pondasi ini menjadi sangat penting.
Pada umumnya, tanah rawa memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan kompresibilitas/ kemampuan yang tinggi sehingga daya dukung tanahnya sangat rendah. Kandungan air pada tanah rawa bervariasi dan cukup ekstrim, mulai dari ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh air), karena derajat dekomposisi dan tipe lapisan rawa sangat mempengaruhi kandungan air. Semakin tinggi derajat dekomposisi nya maka semakin mengecil ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan antar partikel serat serta struktur serat rawa akan rusak menjadi bentuk amorf. Semakin lambat derajat dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung sehingga akan sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi pada tanah rawa ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat dihambat atau bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan perbaikan mutu tanah selanjutnya.
Sifat dari tanah rawa itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atas lahan rawa, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi dimana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan keseluruhan akibat daya dukung yang rendah.
Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti pondasi, kolom, balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur beban hidup dan mati yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang berfungsi sebagai pemikul beban bangunan. 


Cukup jelas rasanya mengenai fungsi dari tiap elemen struktur bangunan seperti yang telah dijelaskan di atas. Sehingga kondisi kadar air tanah, kompresibilitas,dan permeabilitas tanah rawa dalam mempengaruhi keamanan pondasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar