Selasa, 29 November 2016

Tata Ruang

Hasil Studi mengenai tata ruang
Objek Studi adalah Rumah adat Banjar Bubungan Tinggi Teluk Selong Martapura
Ruang-ruang pada tipe Bubungan Tinggi adalah

a. Palataran / Surambi, yaitu ruangan terbuka pada bagian depan rumah.  Mulanya ruang ini berfungsi sebagai tempat menyimpan padi sementara, kemudian berubah fungsi menjadi ruang tamu (antar tetangga dekat) bagi kaum pria.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_7572.jpg




b. Panampik Kacil / Panurunan, yaitu ruangan di belakang dinding depan (tawing hadapan) dan pintu depan (lawang hadapan) yang berfungsi sebagai lumbung padi (kindai) atau tempat menyimpan bahan makanan. Pintu depan ini berada di atas watun langkahan / watun sambutan. Lantainya lebih tinggi dari lantai palatar dan ambang atau pinggir lantai.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9291.jpg



c.  Panampik Panangah / Palendangan (letaknya bersambung dengan panampik basar dan fungsinya hampir sama).
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_8048.jpg



d. Panampik Basar / Ambin Sayup / Paluaran, adalah ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu terutama tamu yang datang dari jauh. Pada waktu ada kenduri (walimah) ruang panampik besar sebagai ruang yang tertinggi tingkatannya adalah tempat duduk para alim ulama, para tetuha kampung, dan orang-orang tua.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9142.jpg



e. Paledangan atau Ambin Dalam, yaitu ruangan yang letaknya di tengahtengah. Pada ruang ini terdapat delapan tihang pitagor (empat buah di  belakang tawing halat dan empat lainnya antara anjung disebut tihang  pahalatan padu) yang berfungsi menyangga atap bubungan tinggi.
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9774.jpg



f. Panampik Dalam, adalah ruangan yang khusus digunakan untuk ruang
makan. Fungsi lainnya untuk menyimpan barang pecah belah dan tempat
menerima tamu bagi para wanita di rumah tersebut. 
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_3017.jpg



g. Anjung kiri (kiwa), adalah ruangan yang terletak di sisi kiri palidangan /
ambin dalam. Ruang ini terbagi dua yaitu bagian muka (anjung kiwa) dan
bagian belakang (anjung jurai kiwa).
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_5326.jpg



h. Anjung kanan, adalah ruangan yang terletak di sisi kanan palidangan /
ambin dalam. Ruang ini terbagi dua bagian yaitu  bagian muka (anjung
kanan) dan bagian belakang (anjung jurai kanan
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_3066.jpg
Description: C:\Users\Irhash Muhammad\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCacheContent.Word\survei mantuil 1_9298.jpg
i. Padapuran atau Panampik padu, adalah ruangan yang paling belakang dan terbuka. Fungsinya sebagai tempat memasak, menyimpan makanan, bekerja, ruang makan, mengasuh anak, tempat tidur, mencuci , dll.

Hasil Analisis sejauh mana kondisi lingkungan lahan basah dan budaya masyarakat setempat mempengaruhi tata ruang.
Menurut kami, Kondisi lingkungan lahan basah dan budaya masyarakat suku banjar sangat memengaruhi bagaimana penataan ruang dan pemungsian ruang pada rumah adat Bubungan Tinggi.  Ada beberapa hal yang dapat dikatakan sangat berpengaruh, yaitu :
a.       Kondisi lingkungan lahan basah yang tanahnya berair, kebanyakan masyarakatnya bertani, rumah Bubungan Tinggi yang semula hanya dibangun oleh raja, pada waktu berikutnya juga dibangun oleh para pedagang, Hal ini yang berpengaruh, Penataan Ruang pada rumah Bubungan Tinggi semua didasarkan fungsinya dalam hal panen padi.
b.      Kondisi lingkungan lahan basah yang tanahnya berair, hal ini sering membuat kotor, jadi pada ruang area depan rumah dibuat suatu ruangan untuk membersihkan badan sebelum masuk ke dalam rumah.
c.       Budaya Masyarakaat, selain kondisi lingkungan, budaya juga sangat memengaruhi penataan ruang pada rumah Bubungan Tinggi, salah satu budaya yang berpengaruh ialah bepandiran di pelataran ( Berbicara dengan tetangga di teras) sehingga ruang teras pada rumah adat Bubungan tinggi dibuat dengan ukuran luas.
d.      Budaya Masyarakat, dalam upacara besar, Tawing-tawing halat pada ruangan dilepas, sehingga ruang bias menampung banyak orang didalamnya.
e.      Budaya Masyarakat, Hal ini yang paling berpengaruh, dalam penerapan desainnya sangat jelas pada organisasi ruang pada rumah banjar, Organisasi yang diapakai ialah Organisasi linear, hal ini tidak sembarangan, tentu orang yang masuk jauh ke dalam rumah, bukanlah orang sembarangan, Karena dulunya rumah Bubungan Tinggi merupakan kediaman raja.


Atap

Atap Bangunan Kawasan Lahan Basah
(Atap Rumah Bubungan Tinggi)

Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479388613842.jpg

          Sebagaimana yang diketahui, atap merupakan penutup bagian atas bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam bangunan dari hujan, panas maupun salju. Atap kebanyakan berbentuk miring, namun ada yang berbentuk datar. Dalah hal ini, atap datar juga diharuskan untuk bisa mengalirkan air turun kebawah (tidak boleh tergenang)

          Atap pada bangunan Rumah Bubungan Tinggi merupakan suatu bagian utama yang dimana merupakan ciri khas pembeda dengan beragam rumah Banjar yang ada. Atap bubungan menjulang tinggi dan memiliki kemiringan hingga 600 serta bentuknya sangat khas.

Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479388658660.jpg

          Berdasarkan hasil studi lapangan yang kami lakukan di Rumah Bubungan Tinggi. Kami mendapati penutup atap pada bangunan ini adalah sirap. Pada awalnya masyarakat menggunakan daun rumbia sebagai bahan penutup atap, namun karena faktor keawetan daun yang tidak lama, maka beralihlah pada sirap.
Description: C:\Users\Akhmad Al Riyadi\Desktop\1479391201179.jpg
 


          Dilihat dari aspek struktur, penggunaan bahan penutup atap sirap dapat mengatasi kestabilan bangunan pada kondisi lahan yang sangat lemah. Terciptanya atap sirap ini merupakan hasul kearifan local masyarakat Banjar. Banyak sisa potongan dari kayu ulin yang selanjutnya dimanfaatkan untuk pembuatan atap sirap.

Dengan teknologi yang sederhana, dibuat atap sirap dari bahan sisa kayu ulin yang dibelah tipis (2-3 mm) membentuk lembaran dengan lebar 10-15 cm dan panjang 30-40 cm. Prinsip pembuatan ini tentunya menguntungkan, karena tidak ada bahan bangunan yang terbuang. Bahan penutup sirap ini juga ringan dan awet. Segi keawetan dapat bertahan hingga 10 tahun.


          Kondisi bangunan pada lahan yang sangat lemah ini diharuskan untuk ringan. Dengan atap sirap yang ringan dan awet pastinya akan sangat berkontribusi pada ketahanan bangunan di lahan. Kestabilan beban pada bagian atas bangunan tentunya akan membantu pada kekokohan bangunan.

Lantai

https://www.dropbox.com/s/rxtnfs3tjo5bibl/Lantai.pdf?dl=0

Tiang

Tiang (Rangka bangunan) Rumah di Lingkungan Lahan basah
Objek Studi : Rumah Adat Bubungan Tinggi Teluk Selong Kalimantan Selatan
Hasil Studi :
Tiang pada rangka bangunan terbagi menjadi 3, yaitu
1.       Tiang Utama
2.       Tiang tongkat
3.       Tiang dinding
Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut.
1.       Tiang Utama
Description: C:\Users\acer pc\Documents\install ulang\Lahan Basah\1478415061264.jpg
Tiang utama ini menerus dari pondasi hingga ke kuda-kuda atap. Terbuat dari kayu ulin yang utuh, tanpa sambungan. Dimensi penampang 15/30 dan semakin mengecil ke arah atas. Jarak antar tiang utama biasanya 3.5 – 6 meter.










2.       Tiang Tongkat
Description: C:\Users\acer pc\Documents\install ulang\Lahan Basah\1478416203787.jpg
Tiang tongkat, merupakan tiang yang berfungsi untuk membagi beban di antara tiang utama ke pondasi.  Tiang tongkat terletas diatas pondasi dan dibawah balok lantai. Tiang tongkat juga berfungsi agar balok lantai diatasnya tidak melendut karena bentang yang jauh. Dimensi penampang tiang tongkat, lebih kecil dari tiang utama, berukuran 5/10 Jarak antar tiang tongkat biasanya 1 atau 1.5 meter.






















3.       Tiang Dinding
Tiang dinding merupakan tiang yang diletakkan di atas balok lantai, disekeliling ruangan dan fungsinya sebagai rangka bangunan untuk meletakkan papan dinding.

Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan lahan basah terhadap pada tiang (rangka bangunan) dari rumah bubungan tinggi ?
Kondisi tapak pasti akan selalu memengaruhi konstruksi bangunan yang ada ditasnya, dalam  pembahasan ini, kondisi tapak akan memengaruhi tiang (rangka bangunan).
Dalam rumah adat bubungan tinggi, rangka bangunan seluruhnya menggunakan kayu ulin, termasuk tiang sebagai rangka bangunannya.
Kondisi lahan basah yang mempunyai kadar air yang tinggi dan memiliki daya dukung tanah yang rendah. Dua hal ini akan memengaruhi tiang (rangka bangunan) bangunan di atasnya. Berikut pengaruhnya terhadap tiang (Rangka Bangunan) Rumah Adat Bubungan Tinggi :
1.       Tiang terbuat dari bahan kayu ulin, sebab kondisi lahan basah selalu terendam air, sehingga kayu ulin dipakai agar bangunan tidak runtuh akibat pelapukan, Kayu ulin termasuk kayu yang lebih bertahan lama jika direndam di air.
2.       Dimensi tiang berbeda-beda, Dimensi tiang berbeda-beda disesuaikan dengan fungsinya sebagai tiang utama, tiang tongkat, dan tiang dinding. Perbedaan dimensi ini agar beban bangunan tidak terlalu berat dan hemat kayu ulin, sehingga menjadi efisien dan efektif, sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan lahan basah.
3.       Jarak antar tiang, Karena kondisi lahan basah memiliki daya dukung tanah yang rendah, sehingga akan berpengaruh pada tiang bangunan di atasnya, Jarak tiang dibuat rapat agar beban bangunan terbagi rata ke seluruh pondasi. Jarak Antar tiang pada bangunan di lingkungan lahan basah biasanya berjarak 1 atau 1.5 meter.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa kondisi lingkungan lahan basah berpengaruh pada Bahan, Dimensi, dan Jarak antar tiang pada bangunan di lingkungan lahan basah.

Pondasi

Pondasi pada Lahan Basah

Obyek Pondasi bangunan berada di lingkungan lahan basah berupa tanah rawa pada objek rumah adat Bubungan Tinggi Kalimantan Selatan, Pondasi pada tanah rawa bermacam-macam , disesuaikan dengan dengan beban berat bangunan yang berada diatasnya.
Pada Rumah Adat Bubungan Tinggi sendiri, ada dua macam pondasi yaitu pondasi kalang batang dan pondasi kalang galam.
1.       Pondasi Kalang Batang
Untuk rumah kayu permanen, besar/berat digunakan pondasi kalang batang. garis tengah (diameter) berkisar antara 40-60 cm. Pada batang tersebut diletakkan dua bidang rata yaitu untuk pemasangan tiang (tongkat) ulin dan bagian yang akan terletak pada tanah pondasi. Untuk mencegah agar batang tidak timbul di waktu air pasang dimana lubang pondasi penuh air, maka dibuat suatu konstruksi atap yang disebut “pakau”. Untuk lebih memantapkan dapat ditancapkan tiang-tiang pancang galam diameter 10-12 cm dengan jarak  ±1 meter.
Gambar 2.2 Pondasi kalang batang
 


Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM
Apabila pondasi yang dipilih adalah pondasi batang besar maka digunakan teknik kalang pandal. Kayu yang digunakan biasanya berdiameter 40 cm lebih. Caranya, kayu besar ditoreh bagian atasnya sampai rata kemudian bagian yang ditoreh itu dilobangi untuk tempat menancapkan tiang dan tongkat. Setelah itu bagian ini akan direndamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 50 – 100 cm tergantung kondisi tanah. Batang disusun berjejer sesuai dengan deretan tongkat dan tiang rumah yang akan dibangun. Untuk menahan tiang atau tongkat agar tidak terus menurun maka dipakai sunduk.


2.       Pondasi Kalang Galam
Pondasi Kalang Galam yaitu suatu konstruksi yang membagi beban tekan melalui bidang yang cukup luas, merata pada tanah sehingga tekanan pada tiap cm2 tanah menjadi kecil.
Lubang pondasi diperoleh dengan menguakkan lumpur sampai mendapatkan tanah yang agak keras. Tiang-tiang (tongkat) dari kayu ulin yang telah dilengkapi dengan sunduk dari kayu ulin ditempatkan di atas/ disela kalang-kalang galam dan ditumbuk sampai kalang-kalang galam tenggelam mantap di atas pondasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan sloof dan lain-lain untuk pelaksanaan pendirian bangunan di atas pondasi tersebut. 
Sumber: Buku Ajar Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Prodi Arsitektur UNLAM

Kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah.

Analisis  untuk mengetahui Sejauh mana kondisi lingkungan lahan basah mempengaruhi pondasi.
Kayu Galam dan Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut biasanya digunakan untuk pondasi rumah. Pondasi merupakan bagian yang vital dalam pembangunan Rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dibangun di daerah berawa dan berlumpur, maka pondasi tersebut tidak saja harus kokoh dan kuat, tetapi juga tidak mudah lapuk ketika ditanam di dalam rawa atau lumpur. Untuk keperluan tersebut, biasanya dipakai kayu Galam atau Kapur Naga. Kedua jenis kayu tersebut mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dapat bertahan hingga 70 tahu jika diitanam di tanah rawa, dalam bertahan 60 tahun jika berada di tempat kering.
Pondasi pada Rumah Bubungan Tinggi merupakan wujud fisik kebudayaan masyarakat yang
hidup di lingkungan lahan basah (rawa), khususnya pengetahuan dan teknologi lokal yang mampu
mengatasi persoalan setempat. Dengan besarnya ukuran, volume, dan berat bahan bangunan,
ditambah faktor bangunan berdiri di atas tanah yang memiliki daya dukung sangat lemah (tanah rawa)
maka konstruksi pondasi ini menjadi sangat penting.
Pada umumnya, tanah rawa memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan kompresibilitas/ kemampuan yang tinggi sehingga daya dukung tanahnya sangat rendah. Kandungan air pada tanah rawa bervariasi dan cukup ekstrim, mulai dari ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh air), karena derajat dekomposisi dan tipe lapisan rawa sangat mempengaruhi kandungan air. Semakin tinggi derajat dekomposisi nya maka semakin mengecil ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan antar partikel serat serta struktur serat rawa akan rusak menjadi bentuk amorf. Semakin lambat derajat dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung sehingga akan sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi pada tanah rawa ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat dihambat atau bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan perbaikan mutu tanah selanjutnya.
Sifat dari tanah rawa itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atas lahan rawa, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi dimana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan keseluruhan akibat daya dukung yang rendah.
Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti pondasi, kolom, balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur beban hidup dan mati yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang berfungsi sebagai pemikul beban bangunan. 


Cukup jelas rasanya mengenai fungsi dari tiap elemen struktur bangunan seperti yang telah dijelaskan di atas. Sehingga kondisi kadar air tanah, kompresibilitas,dan permeabilitas tanah rawa dalam mempengaruhi keamanan pondasi.

Permasalahan di Lingkungan Lahan Basah

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DESAIN DI LINGKUNGAN LAHAN BASAH

A.      KONDISI FISIK
Description: D:\my Photo 119.JPGDescription: D:\g.jpgDescription: D:\DSC00760.JPG

Terdapat area resapan air dan aliran air yang menerus. Aliran air bberupa sungai-sungai dan kanal-kanal kecil masuk ke pedalaman untun mengantisifasi pasang surut dan memberi pengairan area pertanian. Adanya resapan air dan aliran air yang menerus merupakan hal yang penting pada lahan rawa.


B.      AKSESIBILITAS
Description: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\4. sirkulasi dan parkir\DSC_0342.JPGDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\P_20160602_162339.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\2016-06-02-1846.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\PEDESTRIAN\20160602_135409.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\4. sirkulasi dan parkir\DSC_0606.JPG
Aksesibilitas di lingkungan lahan basah daerah rawa di dominasi oleh titian dari kayu ulin dengan lebar jalan kurang lebih 2M, begitu pula untuk daerah tepian sungai yang di dominasi dengan titian dan pengerasan jalan dengan tanah ataupun beton. Untuk daerah lahan gambut bisa digunakan pengerasan dengan tanah, beton ataupun aspal.






C.      MATERIAL
Description: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\2. kelompok bangunan\20160530_171027.jpgDescription: D:\KULIAH\Semester2\VERNAKULAR\ALBUM FOTO\2. kelompok bangunan\20160530_171745.jpg
Dari foto diatas dapat kita lihat, teliti dan cermati bahwa di daerah lahan basah masih banyak terdapat arsitektur vernakular yang menggunakan material bangunan asli dari daerah tersebut. Kayu merupakan salah satu material unggulan kalimantan, yang mudah di jumpai di sekitar kawasan.
Pada bagian pondasi material yang di gunakan tentunya bahan yang tahan terhadap air, masyarakat setempat biasanya menggunakan kayu ulin sebagai pancangan dari rumah tersebut, ada juga yang menggunakan galam sebagai pondasi dasar bangunan.
Pada bagian lantai dan dinding, kayu yang di gunakan beragam macam nya, bisa ulin, meranti, ataupun kayu lokal lain nya, untuk pemilihan kayu pada bagian lantai dan dinding, di pilih kayu yang tahan terhadap serangan sinar matahari dan air hujan.
Pada bagian atap, sebagian masyarakat sudah banyak yang menggunakan atap seng, sebelumnya masyarakat menggunakan atap sirap yang terbuat dari kayu kelas 1 seperti ulin ataupun atap daun rumbia.

D.      IKLIM
Kota Banjarmasin beriklim sabana tropis di mana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C.

Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November–April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan per tahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91%, sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah, yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober.

Kondisi Tapak Lahan Basah

https://www.dropbox.com/s/yz7bwgprt6nb2x7/Kondisi%20Tapak%20Lahan%20Basah.pdf?dl=0

Unsur dan Wujud Kebudayaan Masyarakat Banjar


Unsur dan Wujud Kebudayaan Masyarakat Banjar Martapura
                                                                                                                                      

Kebudayaan dalam Antropologi memiliki tujuh unsur-unsur kebudayaan, yang meliputi : bahasa, system pengetahuan, organisasi sosial, system peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. 

Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia. Bahasa yang digunakan di Kabupaten Banjar, Martapura masih menggunakan bahasa daerah berupa bahasa banjar, jarang ada orang yang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan masyarakat lain, kecuali orang-orang pendatang dari daerah lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat martapura menggunakan dealek bahasa Banjar Kuala. Misalnya :
gasan (Dalam bahasa Banjar Kuala. Hagan (Dalam bahasa Hulu), yang dalam bahasa indonesia berarti untuk, buat.
lelongkong (Dalam bahasa banjar Kuala) lalungkang/jandila (Dalam bahasa Banjar Hulu), yang dalam bahasa Indonesia berarti jendela.
Walaupun sama-sama orang Banjar namun masyarakat masing-masing daerah Kalimantan Selatan memiliki dealek bahasa yang berbeda-beda tergantung dari daerahnya. Jadi , orang daerah Banjar Dengan orang daerah Barabai memiliki bahasa yang berbeda.

Sistem pengetahuan
 
Sistem pengetahuan yang ada di Kabupaten Banjar  sudah mulai berkembang kearah yang lebih baik, yaitu dapat dilihat dari pembangunan dunia pendidikan di Kabupaten Banjar, Martapura sudah mempunyai lembaga pendidikan SD/MI, SMP/MTS, SMA, SMK dan beberapa Perguruan Tinggi. Di SMKN 1 yang ada di daerah Martapura pun telah dibuka berbagai jurusan antara lain akuntansi, administrasi perkantoran, penjualan, teknologi informatika, teknik pemesinan, dan mekanik otomotif yang dapat memberikan masyarakat program pendidikan siap kerja berupa keahlian tanpa harus melanjutkan perguruan tinggi lebih dahulu.
Selain itu di daerah Kabupaten Banjar, Martapura juga terdapat lembaga pendidikan tinggi yaitu : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darussalam, Akademi Perawat (Akper) Intan Martapura. Dengan melihat jumlah lembaga pendidikan yang tersedia di Kabupaten Banjar tersebut maka hal ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya pendidikan dan dimungkinkan berkaitan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk meraih jenjang pendidikan yang makin tinggi. Julukan Kota Martapura ialah kota santri, sebab di Martapura banyak santri-santri daerah lain yang bersekolah di pondok-pondok pesantren di Martapura. Salah satu pondok yang terkenal sampai mancanegara ialah Pondok Pesantren Darussalam Martapura.

Organisasi social
 

Organisasi sosial yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Barabai  antara lain adalah :

Batahlil, merupakan salah satu tradisi yang ada Di Kabupaten Banjar, Martapura. Organisasi sosial ini bersifat kekeluargaan karena adanya unsur gotong-royong antar warga. Salah satu proses pelaksanaan acara serikat penolong kematian dalam budaya masyarakat Martapura adalah batahlili. Yaitu, tahlilan sebanyak 70.000 kali di Langgar (Mesjid) serta mengumpulkan dana untuk saling tolong menolong.

Bemaulitan, merupakan organisasi sosial yang dilaksanakan rutin malam rabu/malam senin, Bemaulitan ialah kegiatan bersholat dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Sistem acara bergiliran dari setiap anggota habsyi, Pembiyaan dalam kegiatan ini bersifat gotong-royong.

Beburdahan, merupakan organisasi sosial yang dilaksanakan malam jumat, system kegiatan ini kurang lebih sejenis kegiatan bemaulitan, beburdaan ialah kegiatan membaca ayat burdah dengan nada yang cepat atau lambat dengan berirama.

Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem pelalatan hidup dan teknologi yang ada di Kabupaten Banjar, Martapura sudah cukup maju, 
1.       Alat-alat produktif
Peralatan yang digunakan antara lain:
a.                   Peralatan untuk bertani: parang cangkuk (untuk menebas),parang Duyung (untuk merumput di sawah),parang Lantik (untuk menebaspepohonan yang kecil),Belayung (untuk menebang pohon yang besar),dan cangkul
b.                  Peralatan untuk rumah tangga : Parang Bungkul (untuk memotong benda-benda yang cukup besar),pisau,lading,kapak,dll.
2.       Senjata
Senjata digunakan masyarakat Banjar untuk melindungi dirinya dari musuh dan bisa juga berfungsi sebagai alat produktif seperti untuk mengangkap ikan,berburu di hutan,jerat perangkap,dll. Contohnya Mandau, Sumpit, serapang (tombak lima mata), tiruk (tombak panjang lurus untuk berburu ikan haruan atau ikan gabus dan tomat disungai), pengambangan ( tombak lurus bermata satu), duha ( pisau bermata dua untuk berburu babi) 3. Makanan
 
Dalam pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk membuat makanan tersebut mempunyai nilai lebih.Bagaimana cara mengolah,memasak,dan menyajikannya juga harus diperhatikan.apalagi penggunaan bumbu-bumbunya.salah satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah Nasi Kabuli yang telah turun temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka. Serta ada Kue khas Martapura yaitu Wadai Kelepon (Kalalapun). Dan masih banyak lagi makanan khas Martapura.


4. Pakaian dan Perhiasan

5.
Untuk itu dalam pembuatannya diperlukan sistem teknologi yang tepat seperti pembuatan kain sasirangan yang mengguanakan teknik cetak sehingga dihasilkan kain yang bermotif sama,dalam pembuatan kain tenun juga dilakukan teknik tenun halus. Masyarakat Banjar telah mengenal perhiasan sejak dulu yaitu ada yang menggunakan lokan,kerang,batu hias,dan emas.





6.       Rumah
 

Orang Banjar mengenal sistem pembuatan rumah mereka yaitu dengan mengikat bahan material,merangkai kayu-kayu,dan menyusunnya menjadi bentuk sebuah rumah yang mereka inginkan.dengan bahan utama adalah kayu ulin karena banyak terdapat di sekitar mereka.Rumah yang dijadikan rumah adat adalah rumah bubungan tinggi/rumah panggung karena
7.       Alat-alat Transportasi
Yang menjadi alat transportasi utama mereka adalah jukung yang menjadi sarana trasportasi sungai. sistem teknologi tersebut menandakan bahwa masyarakat Banjar telah peka terhadap perkembangan teknologi yang sangat mereka perlukan untuk mempermudah pekerjaan mereka.


Sistem Mata Pencaharian
 
Sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai kegiatan seharihari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi pokok penghidupan baginya.
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem mata pencaharian maka dapat diketahui sistem mata pencaharian yang ada di Kabupaten Banjar, Martapura meliputi :
1. Mandulang Intan, Penambangan intan merupakan sektor andalan dalam bidang perekonomian Kalimantan Selatan. Di Martapura juga terdapat tambang intan yang terkenal di Pengaron, dimana pada masa pendudukan Belanda tambang intan di Pengaron adalah penghasil intan terbanyak, tambang intan tersebut adalah Orange Nassau.
Baru-baru ini, penambang di Kabupaten Banjar menemukan intan mentah sebesar pentol bakso. Kelompok pendulang intan tradisonal menemukannya di kedalaman 15 meter di Desa Antaraku, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar.
Beratnya mencapai 40 gram, penambang mengatakan ukurannya 200 karat. Diberi nama Puteri Malu, intan ini penemuan terbesar setelah intan Trisakti tahun 1965 seberat 33 gram. Bagi seorang penambang, menemukan intan besar belum tentu membawa kemakmuran baginya. Penambang intan ibarat seorang buruh tani, hidup miskin bertahan hidup dari utang.


Sistem religi
 
Sistem religi dapat berupa wujud sebagai sistem keyakinan dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewadewa, ruh-ruh halus, neraka, surga, dan lain-lain, tetapi juga sebagai berbagai bentuk upacara (baik yang musiman maupun yang kadang kala), maupun berupa benda-benda suci serta religius.
Sistem religi yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Barabai adalah :
1.       Tradisi malam nisfu syaban, tradisi ini dilakukan setiap malam nisfu syaban, masyarakat beramai ramai menuju masjid sebelum masuk waktu magrib ketika malam nisfu syaban. Masyarakat sholat magrib berjamaah kemudian membaca yasin sebanyak tiga kali secara beramai-ramai dilanjujutkan sholat isya berjamaah, setelah sholat isya dilanjutkan lagi sholat tasbih secara bersama-sama. Tradisi ini selalu berulang-ulang tiap tahunnya ketika malam nisfu syaban.
2.       Bamauludan atau bamaulitan, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat ketika tiba bulan maulid Nabi Muhammad SAW, mauludan dilakukan dimasing-masing rumah masyarakat dalam rangka memeriahkan maulud Nabi. Pada tradisi ini diadakan aruh atau selamatan dimasing-masing rumah warga yang dilakukan secara bergiliran selama sebulan penuh ketika bulan Mulud tiba.  




Kesenian
 
Kesenian dapat berwujud berbagai gagasan, ciptaan, pikiran, dongeng, atau syair yang indah, tetapi juga dapat berupa wujud sebagai berbagai tindakan interaksi berpola antara sesama seniman pencipta, penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, maupun para peminat hasil kesenian, disamping wujudnya berupa benda-benda indah, candi, kain tenun yang indah, dan lain-lain.
Kesenian yang ada di Kabupaten Banjar, Martapura antara lain :
Musik Kintung merupakan salah satu kesenian musik tradisional dari Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Musik ini berasal dari daerah Kabupaten Banjar, yaitu Martapura, Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu. Bentuknya seperti angklung dari Jawa Barat. Untuk mengatur bunyi tergantung pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu. Rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya. Sedang bagian bawahnya tetap seperti biasa. Panjangnya biasanya dua ruas, dan buku yang ada di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi. Pengaturan bunyi biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya. Semakin dibuang atasnya itu akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi muda yang mau meneruskan kesenian ini.

Wujud Kebudayaan
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu :
(1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
1.  Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma norma, peraturan dan sebagainya. 
2.  Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3.  Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (2007:2930) memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1. Wujud Ide
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
Di Martapura, ada wujud kebudayaan berupa hokum adat seperti:
Pamali Banjar adalah ungkapan tradisional berbahasa Banjar yang berisi paparan tentang siapa saja yang tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan tertentu pada waktu-waktu tertentu di tempat-tempat tertentu dan akibat-akibat tertentu yang melekat sebagai hukuman yang diancamkan kepada siapa saja yang berani melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak boleh dilakukan itu.
Pamali dalam masyarakat Banjar berarti ungkapan-ungkapan yang mengandung semacam larangan atau pantangan untuk dilakukan, di mana dalam masyarakat Banjar, pamali memiliki posisi sekaligus berfungsi sebagai control social bagi seseorang dalam berkata, bertindak, atau melakukan suatu kegiatan (Jamali dan Dalle, 2013).
Contoh-contoh Pamali Banjar seperti berikut
Babinian (orang yang terlarang melakukan) batianan (situasi) pamali badiri (perbuatan yang terlarang) di muhara lawang (tempat) kaina halinan baranak (akibat). Artinya wanita hamil terlarang duduk atau berdiri di muka pintu karena hal itu akan berakibat yang bersangkutan susah melahirkan.

Babinian (orang yang terlarang melakukan) batianan (situasi) pamali makan pisang kambar (perbuatan yang terlarang) kaina baranak kambar siam (akibat). Artinya wanita hamil terlarang makan pisang kembar karena hal itu berakibat  melahirkan anak kembar siam.

Babinian (orang yang terlarang melakukan) bujang (situasi) pamali bakujamas (perbuatan yang terlarang) malam Sabtu (waktu) kaina bajudu lawan laki nang katuju mamukulinya (akibat). Artinya anak gadis terlarang mengeramas rambut pada malam Sabtu karena hal itu berakibat yang bersangkutan akan berjodoh dengan suami yang suka menyiksanya.

Babinian (orang yang terlarang melakukan) bujang (situasi) pamali bamasak sambil banyanyi (perbuatan yang terlarang) kaina baanak tiri (akibat). Artinya anak perawan terlarang memasak sambil menyanyi karena hal itu berakibat yang bersangkutan akan bersuami duda yang sudah mempunyai anak (bakal mempunyai anak tiri).

Kakanakan (orang yang terlarang melakukan) pamali bajalan (yang terlarang) parak kuburan (tempat) kaina kapidaraan (akibat). Artinya anak kecil terlarang berjalan di dekat kuburan karena hal itu akan berakibat yang bersangkutan akan jatuh sakit karena diganggu makhluk gaib.

Kakanakan (orang yang terlarang melakukan) pamali duduk di bantal (perbuatan terlarang) kaina buritnya babisul (akibat). Artinya anak-anak terlarang menjadikan bantal sebagai tempat duduk karena hal itu berakibat pantat yang bersangkutan pantat akan ditumbuhi banyak bisul.

Kakanakan (orang yang terlarang melakukan) pamali makan batis hayam (perbuatan terlarang) kaina tulisan kada baik kaya karacak hayam (akibat). Artinya anak-anak terlarang makan nasi berlauk-pauk kaki ayam karena hal itu berakibat tulisan yang bersangkutan menjadi jelek seperti cakar ayam.
2.    Wujud perilaku
 
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.
Di Martapura ada wujud kebudayaan berupa bemaulitan:
Bamauludan atau bamaulitan, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat ketika tiba bulan maulid Nabi Muhammad SAW, mauludan dilakukan dimasing-masing rumah masyarakat dalam rangka memeriahkan maulud Nabi. Pada tradisi ini diadakan aruh atau selamatan dimasing-masing rumah warga yang dilakukan secara bergiliran selama sebulan penuh ketika bulan Mulud tiba.  

3.    Wujud Artefak
 
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.
Di Martapura ada wujud kebudayaan berupa rumah banjar:
Suku Banjar memiliki 11 tipe rumah adat yang sekarang sudah banyak yang punah. Di antaranya adalah tipe Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku.  Khusus untuk tipe Bubungan Tinggi sebenarnya masih banyak karena dijadikan arsitektur gedung-gedung instansi pemerintahan seperti kantor gubernur, kantor wali kota, dan sebagainya di Kalimantan Selatan, namun rata-rata berbahan semen. 
Sementara yang benar-benar asli berbahan kayu ulin sudah sangat langka. Walau begitu, masyarakat maupun turis yang penasaran dengan rumah adat ini dan ingin mengeksplorasi lebih mendalam tentang interior tradisionalnya, bisa berkunjung ke situs cagar budaya Rumah Adat Banjar Teluk Selong Ulu di Jalan Martapura Lama nomor 28 RT 4, Desa Teluk Selong Ulu, Kecamatan Martapura Barat, Kota Martapura, Kabupaten Banjar. 
Di lokasi ini, ada dua tipe rumah adat Banjar, yaitu Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku. Kedua rumah ini masih dihuni pemiliknya dan masih tampak terawat dengan baik kendati usianya sudah ratusan tahun. Kedua rumah ini pun dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.  
Rumah Bubungan Tinggi
Konsep budaya masyarakat Melayu Banjar dipengaruhi oleh kebudayaan Dayak, Melayu dan Jawa. Selain itu juga diperngaruhi oleh kepercayaan animism Kaharingan, Hindu. Beragam kebudayaan dan kepercayaan itu akhirnya oleh satu kepercayaan dan kebudayaan masyarakat Melayu Banjar, yaitu Islam. Kebudayaan dan kepercayaan Islam ini dikelompokkan berdasarkan tiga kategori, yakni kepercayaan Islam, kepercayaan bubuhan, dan kepercayaan lingkungan. Dari ketiga kepercayaan ini kemudian bertranformasi dalam wujud konsep arsitektur rumah masyarakat Melayu Banjar, khususnya rumah bubungan tinggi. Adapun wujud transformasi ketiga kepercayaan ini dapat dilihat melalui desain lingkungan, desain peruangan (dengan penerapan symbol cacak burung, ruang upacara), desain perangkaan dan desain persolekan (beragam motif dan ukiran) dalam arsitektur Melayu Banjar.
Masjid
Arsitektur tradisional Kalimantan Selatan terfokus pada permukiman dan rumah tradisional. Wujud arsitektur tempat ibadah Suku Banjar memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan wujud masjid-masjid lainnya. Masjid tradisional Kalimantan Selatan memiliki tiga jenis ruang, yaitu palataran (teras keliling), tempat sholat, dan mihrab. Palataran berupa teras keliling, sedangkan denah shalat dan mihrab berbentuk persegi. Masjid tradisional Kalimantan Selatan memiliki wujud sendiri yang dibentuk oleh denah ruang shalat dan mihrab, serta atap bertumpang tiga. Atap pada masjid tradisional Kalimantan Selatan memiliki sudut runcing (60o ) dan sudut tumpul (20o ). Selain itu, wujud masjid keseluruhan merupakan simbolisasi dari pohon hayat (Suku Dayak), dan di puncak atas atap ditemukan hiasan (pataka/patala) yang merupakan simbol dari Burung Enggang. Kedua simbol ini merupakan simbol identitas dalam mitologi Suku Dayak.

Unsur dan Wujud Kebudayaan Masyarakat Banjar Kandangan HSS

Sistem Bahasa  yang digunakan di Kota Kandangan pada umumnya adalah bahasa kandangan yang mengadopsi bahasa banjar asli tetapi mempunyai logat (gaya bahasa) yang khas.
Contohnya :
·         Bahasa Indonesia : Ini yang mau saya beli
·         Bahasa Banjar : nangini handak ku tukar
·         Bahasa Kandangan : nang niya ti pang handak ku tukar
Sistem Ekonomi dan Mata Pencaharian Hidup yang ada pada masyarakat Hulu Sungai Selatan (Kandangan) antara lain : memancing, berdagang, pandai besi, membuat dodol dan ketupat asli Kandangan.
Sistem Kepercayaan atau Agama masyarakat Hulu Sungai Selatan mayoritasnya adalah Agama Islam meskipun masih ada masyarakatnya yang menganut kepercayaan nenek moyang yaitu Kaharingan.
Kesenian khas Hulu Sungai Selatan antara lain bakuntau, mamanda, dan madihin. Bakuntau ini sendiri adalah sebuah bela diri yang beberapa gerakan hampir mirip dengan silat namun ada beberapa gerakan juga yang khas, kesenian bela diri bakuntau biasanya juga dapat di temui dalam acara perkawinan, mereka menunjukan kemampuan bela diri mereka, dan pertunjukan ekstrim seperti debus, namun kini mungkin sudah jarang di temui. Umumnya para pendekar kuntau memiliki sejenis ilmu kanuragan mereka kebal akan senjata tajam dsb. Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup. Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat", tapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Wujud Kebudayan
Wujud Kebudayaan sebagai Sistem Aktivitas, beberapa wujud kebudayaan yang ada pada masyarakat Hulu Sungai Selatan antara lain ialah Napak Tilas dan Festival Dandang. Napak Tilas itu sendiri adalah sebuah kegiatan untuk mengenang masa perjuangan para pahlawan di daerah Hulu Sungai Selatan dengan cara melakukan perjalanan menyisiri jejak yang pernah ditempuh para pahlawan tersebut. kegiatan ini dilakukan sekitar 2-3 hari dengan melakukan perjalanan dari Kota Kandangan kemudian menuju tempat-tempat peninggalan sejarah perjuangan warga kalimantan secara umumnya dan warga Kandangan secara khususnya, perjalanan ini menembus hutan dan juga gunung yang ada di sekitar Kota Kandangan, acara ini juga merupakan acara tahunan dan salah satu event besar di Kota Kandangan selain acara Bamboo Rafting, acara ini dilakukan pada pertengahan bulan mei setiap tahunnya. Sedangkan Festival Dandang adalah sebuah event menerbangkan dandang (layang-layang berukuran besar) secara bersamaan di  lapangan luas.
Wujud Kebudayaan sebagai Sistem Artefak, di daerah Hulu Sungai Selatan, khususnya kota Kandangan wujud kebudayaannya ialah berupa makanan khas yaitu, Dodol dan Ketupat khas kandangan. Untuk Ketupat Kandangan sendiri masyarakat kandangan memiliki cara khas tersendiri untuk memakannya yaitu dengan cara ketupatnya dihancurkan sehingga tidak berbentuk ketupat utuh melainkan seperti nasi namun berkuah.

UNSUR-UNSUR DAN WUJUD-WUJUD KEBUDAYAAN MASYARAKAT BANJAR DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (HST)
A.   Unsur-unsur Kebudayaan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur unsur yang bersifat universal. Unsur unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa bangsa di dunia. Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu
1.      Bahasa
2.      Sistem Pengetahuan
3.      Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
4.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5.      Sistem Mata Pencaharian Hidup
6.      Sistem Religi
7.      Kesenian
Mari kita bahas satu persatu yang ada di HST
#1 Bahasa
Bahasa adalah suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasi kan kebudayaan. Bentuk bahasa ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
bahasa Banjar yang merupakan bahasa sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar yaituBanjar Kuala dan Banjar Hulu. Sebelum dikenal bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, pada zaman dahulu apabila berpidato, menulis atau mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar dengan menggunakan aksara Arab. Tulisan atau huruf yang digunakan umumnya huruf atau tulisan Arab gundul dengan bahasa tulis bahasa Melayu (versi Banjar). Semua naskah kuno yang ditulis dengan tangan seperti puisi, Syair Siti Zubaidah, syair Tajul Muluk, syair Burung Karuang, dan bahkan Hikayat Banjar dan Tutur Candi menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu (versi Banjar).
#2 Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan itu berkisar pada pegetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan sifat sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengatahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat sifat dan tingakh laku sesama manusia, tubuh manusia.
Description: 20140421un-murid-salafiah.jpg

Di Kalimantan Selatan khususnya di Hulu Sungai tengah, pendidikan pesantren dari dulu dan bahkan sampai sekarang masih sangat digemari oleh masyarakat

#3 Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Organisasi Sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan.
Description: manyambal.jpgDescription: mengawah.jpg
Masyarakat HST biasanya berkumpul atau bergotong royong pada saat salah satu tetangga mengadakan acara pernikahan, kegiatan di atas di sebut manyambal(kiri), bakawah(kanan)
#4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para nggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya degnan pengumpulan bahan bahan menta, pemrosesan bahan bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat trasportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda meterial.
Unsur teknologi yang paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi, alat alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta alat alat transportasi.
#5 Sistem mata pencaharian hidup 
Sistem mata pencaharian hidup merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan.
Description: IMG_0320 (900x600).jpg
Mata pencaharian utama masyarakat kabupaten HST adalah bertani.
#6 Sistem Religi
Sistem religi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal hal suci dan tidak terjangkau oleh akal. Sistem religi yang meliputi, sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan.
Description: 5 copy.jpg
Masyrakat HST sangat menghormati para tokoh dan peninggi agama.
#7 Kesenian
Secara sederhana eksenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindaha. bentuk kendahan yang beraneka tagam itu timul dari permainan imajinasi kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi amnusia. Secara garis besar, kita dapat memetakan bentuk kesenian dalam tiga garis besar, yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari.
Description: sanggar-tari-kambang-tigarun-kalimantan-selatan-4.jpg
Sumber: anisskhoiruns.wordpress.com

B.   Wujud-Wujud Kebudayaan Kabupaten Hulu Sungai Tengah

terdapat 3 wujud kebudayaan, yaitu
1. ide/ gagasan : suatu pola pikir, contoh wujud kebudayaan dari gagasan pada masyarakat HST ialah mempercayai adanya hal hal yang berbau mistis,seperti mempercayai benda benda pusaka,
2. aktifitas : kegiatan/tindakan  yang di lakukan masyarakat. contoh wujud kebudayaan dari aktifitas pada masyarakat HST  ialah manujuh hari, sesajen pada saat acara pernikahan, dll.
3. hasil budaya : berupa suatu peninggalan,hasil karya/benda/fisik. contoh wujud kebudayaan dari hasil budaya pada masyrakat HST ialah masjid, dll.